Ilmu pengetahuan tercipta adanya kebutuhan manusia
untuk menguasai alam semesta dalam rangka mempertahankan kehidupannya.
Sesuai dengan karena Ilmu
Pengetahuan dan Perkembangannya
perkembangan kebutuhan manusia, ilmu pengetahuan
pun berkembang dengan sangat pesatnya.
Ilmu pengetahuan tidak selalu membuat manusia
menjadi lebih beradab dan mencapai kesempurnaan hidup, tetapi ilmu pengetahuan
juga dapat menjadi bencana bagi manusia dan lingkungannya jika dikelola oleh
manusia yang tidak memiliki moral kemanusiaan.
Meskipun secara umum ilmu pengetahuan lebih banyak
manfaatnya bagi kehidupanmanusia, tetapi perkembangan ilmu pengetahuan itu
sendiri bukannya tanpa kritik.
Kalangan postmodernisme mengkritik ilmu pengetahuan
modern yang dianggap mereka telah gagal membentuk kepribadian manusia secara
utuh. Ilmu pengetahuan modern pada sisi lain telah membuat pribadi manusia
terpecah-belah oleh kepentingankepentingan bisnis, sehingga manusia tidak lagi
memiliki jiwa yang independen.
ILMU PENGETAHUAN DAN KITA
Ilmu pengetahuan berkembang karena ada kebutuhan
manusia untuk dapat mempertahankan diri. Untuk dapat bertahan, manusia harus
dapat menguasai alam semesta. Penguasaan terhadap alam semesta itu dilakukan
dengan tidak merusak tatanan alam itu sendiri. Kerusakan terhadap tatanan alam
akan berdampak pada kehidupan umat manusia. Agar penguasaan alam semesta tidak
bertampak pada perusakan, maka penguasaan terhadap ilmu pengetahuan perlu dibaringi
dengan norma dan etika.
Ilmuwan harus mempunyai norma dan
etika. Tanpa norma dan etika, ilmu pengetahuan dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi keserakahan orang-orang tertentu yang lebih kuat Tujuan ilmu
pengetahuan adalah untuk menciptakan kesejahteraan umat manusia dengan tetap
mempertimbangan harmoni antara kehidupan umat manusia dan alam sekitarnya.
Berbicara tentang
manusia maka satu pertanyaan klasik yang sampai saat ini belum memperoleh
jawaban yang memuaskan adalah pertanyaan tentang siapakah manusia itu. Banyak
teori telah dikemukakan, di antaranya adalah pemikiran dari aliran
materialisme, idealisme, realisme klasik, dan teologis.
Aliran materialisme mempunyai
pemikiran bahwa materi atau zat merupakan satu-satunya kenyataan dan semua
peristiwa terjadi karena proses material ini, sementara manusia juga dianggap
juga ditentukan oleh proses-proses material ini.
Sedangkan
aliran idealisme beranggapan bahwa jiwa adalah kenyataan yang sebenarnya.
Manusia lebih dipandang sebagai makhluk kejiwaan/kerohanian. Aliran realisme
klasik beranggapan bahwa jiwa adalah kenyataan yang sebenarnya. Manusia lebih
dipandang sebagai makhluk kejiwaan/kerohanian, dan aliran teologis membedakan
manusia dari makhluk lain karena hubungannya dengan Tuhan.
Di samping itu, beberapa ahli telah berusaha
merekonstruksikan kedudukan manusia di antara makhluk lainnya. Juga berusaha
membandingkan manusia dengan makhluk lainnya. Dari hasil perbandingan tersebut
ditemukan bahwa semua makhluk mempunyai dorongan yang bersifat naluriah yang
termuat dalam gen mereka. Sementara yang membedakan manusia dari makhluk
lainnya adalah kemampuan manusia dalam hal pengetahuan dan perasaan.
Pengetahuan manusia jauh lebih berkembang daripada pengetahuan makhluk lainnya,
sementara melalui perasaan manusia mengembangkan eksistensi kemanusiaannya.
Kebudayaan sering
kali dipahami dengan pengertian yang tidak tepat. Beberapa ahli ilmu sosial
telah berusaha merumuskan berbagai definisi tentang kebudayaan dalam rangka
memberikan pengertian yang benar tentang apa yang dimaksud dengan kebudayaan
tersebut.
Akan
tetapi ternyata definisi-definisi tersebut tetap saja kurang memuaskan.
Terdapat dua aliran pemikiran yang berusaha memberikan kerangka bagi pemahaman
tentang pengertian kebudayaan ini, yaitu aliran ideasional dan aliran
behaviorisme/materialisme. Dari berbagai definisi yang telah dibuat tersebut,
Koentjaraningrat berusaha merangkum pengertian kebudayaan dalam tiga wujudnya,
yaitu kebudayaan sebagai wujud cultural system, social system, dan artifact.
Kebudayaan
sendiri disusun atas beberapa komponen yaitu komponen yang bersifat kognitif,
normatif, dan material. Dalam memandang kebudayaan, orang sering kali terjebak
dalam sifat chauvinisme yaitu membanggakan kebudayaannya sendiri dan menganggap
rendah kebudayaan lain. Seharusnya dalam memahami kebudayaan kita berpegangan
pada sifat-sifat kebudayaan yang variatif, relatif, universal, dan
counterculture.
Antara manusia dan kebudayaan
terjalin hubungan yang sangat erat, sebagaimana yang diungkapkan oleh Dick
Hartoko bahwa manusia menjadi manusia merupakan kebudayaan.
Hampir
semua tindakan manusia itu merupakan kebudayaan. Hanya tindakan yang sifatnya
naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan, tetapi tindakan demikian
prosentasenya sangat kecil. Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut dibiasakan
dengan cara belajar. Terdapat beberapa proses belajar kebudayaan yaitu proses
internalisasi, sosialisasi dan enkulturasi.
Selanjutnya
hubungan antara manusia dengan kebudayaan juga dapat dilihat dari kedudukan
manusia tersebut terhadap kebudayaan. Manusia mempunyai empat kedudukan
terhadap kebudayaan yaitu sebagai 1) penganut kebudayaan, 2) pembawa
kebudayaan, 3) manipulator kebudayaan, dan 4) pencipta kebudayaan.
Pembentukan
kebudayaan dikarenakan manusia dihadapkan pada persoalan yang meminta pemecahan
dan penyelesaian. Dalam rangka survive maka manusia harus mampu memenuhi apa
yang menjadi kebutuhannya sehingga manusia melakukan berbagai cara.
Hal yang dilakukan
oleh manusia inilah kebudayaan. Kebudayaan yang digunakan manusia dalam
menyelesaikan masalah-masalahnya bisa kita sebut sebagai way of life, yang
digunakan individu sebagai pedoman dalam bertingkah laku.
Kasih
sayang, dan cinta merupakan milik semua orang. Manifestasi dari kasih sayang
dan cinta dapat menciptakan lingkungan yang tenteram. Karena setiap individu
menyadari makna yang paling hakiki dari rasa kasih sayang dan cinta. Dengan
kasih sayang kita akan selalu menghargai karya orang lain.
Dengan cinta kita selalu
menjaga lingkungan yang harmonis. Lingkungan yang harmonis berarti lingkungan
yang berimbang dan jauh dari perusakan. Kemesraan merupakan perwujudan kasih
sayang yang mendalam. Kemesraan dapat menimbulkan daya kreativitas manusia,
yang berwujud bentuk seni. Bentuk seni dapat berbentuk seni rupa, seni pahat,
seni sastra, seni suara. Pemujaan merupakan perwujudan cinta manusia kepada
Tuhan. Kecintaan kepada Tuhan ini oleh manusia di antaranya diwujudkan dalam
bentuk-bentuk pemujaan atau yang lebih kita kenal sebagai tempat beribadah.
Merenung artinya
secara diam-diam memikirkan sesuatu hal kejadian dengan mendalam. Renungan
adalah pembicaraan diri kita sendiri atau pembicaraan dalam hati kita tentang
suatu hal.
Setiap
kegiatan untuk merenungkan atau mengevaluasi pengetahuan yang telah dimiliki
disebut dengan berfilsafat. Jadi berfilsafat adalah terjadinya proses
pembicaraan, evaluasi dengan hati kita sendiri mengenai suatu peristiwa. Contoh
hasil renungan yang menghasilkan pengetahuan yaitu Newton dengan gaya
gravitasinya.
Keindahan adalah suatu susunan keserasian yang dapat
menciptakan kesenangan bagi penglihatan dan pendengaran. Kehalusan merupakan
sikap yang lembut dalam menghadapi orang lain. Lembut dalam mengucapkan
kata-kata, lembut dalam sikap anggota badan. Sikap halus dan lembut merupakan
cermin hati yang tulus serta cinta kasih terhadap sesama.
Berbicara tentang
manusia, berarti berbicara pula tentang media tempat manusia hidup. Media
tempat manusia hidup adalah dunia. Untuk bisa memahami hakikat manusia maka
harus pula memahami hakikat dunia dan hakikat kehidupan manusia di dunia.
Konsep yang dapat digunakan untuk
memahami hal itu adalah konsep kosmologi, yaitu bagaimana manusia harus
mengembangkan sikap hidupnya sehubungan dengan kedudukannya sebagai
mikrokosmos.
Pada dasarnya konsep mendiami dunia
mengandung arti pemenuhan kebutuhan atas aspek-aspek yang membentuk manusia.
Kesadaran manusia akan hakikatnya
sebagai bagian dari kosmologi dan perannya sebagai mahluk yang ‘mendiami dunia’
maka lahirlah beberapa konsep yang dipakainya sebagai dasar manusia hidup.
Apabila manusia
tidak bisa menjaga hakikat dirinya dan hakikat hidupnya maka yang timbul adalah
kegelisahan. Sumber dari kegelisahan adalah hawa nafsu dan sikap pamrih (tidak
ikhlas).
Kedua hal ini akan
menyebabkan munculnya sikap keserakahan dan konflik. Keserakahan dan konflik
akan memunculkan ketakutan, kekecewaan, dan pada akhirnya adalah kegelisahan
Di samping itu penderitaan
sebenarnya merupakan kelanjutan dari kegelisahan, artinya kegelisahan yang
tidak bisa dikendalikan akan mengakibatkan penderitaan.
Selain
kegelisahan, penderitaan juga disebabkan karena kekecewaan, yaitu apa yang
diharapkan ternyata tidak diperoleh. Jadi penderitaan juga berhubungan dengan
pamrih. Penderitaan juga berhubungan dengan ketakutan. Orang yang selalu merasa
takut akan hidup menderita. Penderitaan yang menimpa hidup manusia banyak
berhubungan dengan ‘daya hidup’ yang menjelma menjadi hawa nafsu.
Terdapat
berbagai daya hidup yaitu daya hidup raewani, nabati, haewani, jasmani, rohani,
rohmani, dan robbani. Daya hidup ini akan berpengaruh terhadap tingkat
kesempurnaan hidup manusia yaitu tingkat An Nafs al Ammarah, al Lawwamah, al
Mulhima, al Qana’ah, al Mut’mainnah, al Radiyah, dan al Kamilah. Untuk bisa
menuju kesempurnaan hidup di mana hidup sudah tidak mengenal lagi kegelisahan
dan penderitaan maka orang harus melakukan olah batin. Olah batin tersebut
adalah dalam rangka menghilangkan nafsu dan pamrih. Terdapat olah batin yang
harus diikuti supaya kesempurnaan jiwa dapat dicapai, yaitu mengembangkan sikap
selalu instrospeksi, sabar, nrimo, dan ikhlas.
Sumber Buku Ilmu Budaya
Dasar Karya Yulia Budiwati dkk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar